MEREPOSISI SHOLAT : Sebagai Episentrum Kehidupan
Oleh : Diah Umami, S.Pd.I
GPAI SMAN 3 Kota Pasuruan
Ketua MGMP PAI SMA Kota Pasuruan
Setelah sekian lama mengamati, kumandang adzan yang terdengar nyaring di telinga,
dzuhur misalnya, tak menggerakkan hati untuk bergegas menyambutnya.
Kesibukan yang menyita perhatian, seolah menjadi argumen klasik yang dimafhumkan.
Cukuplah dengan menghentikan aktifitas sejenak, menundukkan kepala seraya menjawab lantunan adzan dan diakhiri dengan do’a, hati terasa lega. Cukup. Kemudian aktifitas kembali berjalan seperti semula. Sedangkan Sholat, bisa dilakukan nanti saja.
Sholat ditandai dengan terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj, yang sebelumnya didahului dengan ‘Aamul Huzni, Tahun Kesedihan. Tahun dimana Nabi Muhammad SAW ditinggalkan oleh dua orang terdekat beliau, Siti Khadijah dan Abu Thalib. Dua orang yang selalu mendukung, membela, melindungi dan mengorbankan segalanya untuk perjuangan dakwah Islam. Dengan kepergian dua orang tersebut, yang diikuti dengan peristiwa Isra’ Mi’raj, seolah Allah SWT ingin menunjukkan bahwa tempat bersandar, tempat berlindung yang paling kokoh dan abadi hanyalah Allah semata.
Sedangkan cara yang paling utama untuk senantiasa berada dalam lindungan dan mendapat pertolongan-Nya adalah Sholat.Walaupun semua muslim telah mengetahui bahwa hukum Sholat adalah wajib, keharusan yang tak bisa ditawar, penyikapan seorang muslim terhadap sholat, cukup beragam.
Secara garis besar dan secara kasat mata, setidaknya terdapat 4 model penyikapan terhadap Sholat. Pertama, Sholat sebagai beban. Dianggap beban, maka terasa berat, sehingga seringkali ditinggalkan. Tanpa penyesalan. Kedua, Sholat sebagai kewajiban. Sholat memang tetap dilaksanakan, hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Cepat dan cekatan. Tak ada istilah : Sholat di awal waktu dan berjama’ah. Ketiga, Sholat sebagai kebutuhan. Karena merasa butuh, maka selalu berusaha memenuhi. Berusaha untuk selalu sholat sesuai tuntunan, di awal waktu secara berjama’ah. Tak pernah ada sholat yang tertinggalkan dengan sengaja. Keempat, Sholat sebagai rasa syukur. Model sholat para nabi. Sholat di awal waktu dan berjama’ah, serta beragam sholat sunnah juga ditunaikan dengan istiqamah sebagaimana sholat fardlu. Lama dan nikmat.
Keberagaman penyikapan terhadap sholat, tak bisa dilepastangankan dari faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan hidup seorang muslim. Diantaranya adalah keluarga. Keluarga sebagai Madrasah Pertama, sangat berpengaruh dalam pengenalan akidah, akhlaq dan ibadah. Semakin kental tuntunan agama dikejawantahkan dalam keluarga, semakin meresap tuntunan tersebut dalam aktifitas keseharian, semenjak kecil hingga dewasa. Faktor lain yang mempengaruhi penyikapan seorang muslim terhadap sholat, adalah jenjang pendidikan. Jika jenjang pendidikan yang ditempuh, memiliki porsi pendidikan agama yang mencukupi, baik melalui pendidikan formal maupun non formal, maka akan membekaskan cukup lekat dalam memori dan akan berpengaruh pada cara hidup yang dipilih.
Faktor berikutnya, yaitu lingkungan. Lingkungan pergaulan maupun lingkungan pekerjaan. Faktor lingkungan bisa menjadi faktor penentu bergeraknya arah penyikapan seorang muslim terhadap sholat. Bisa jadi, seorang muslim yang hidup dengan didikan keluarga yang kental tuntunan agama, tapi lingkungan pergaulan atau lingkungan pekerjaannya memiliki penyikapan yang berbeda, maka ia pun akan cenderung mengikuti penyikapan lingkungannya. Yang terakhir adalah faktor pengalaman spiritual. Faktor yang terakhir tersebut tidak akan dialami oleh semua muslim, karena tak banyak yang berkesadaran diri menjalani prosesnya.
Disadari atau tidak, saat ini kita hidup di sebuah negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, tapi dengan mayoritas pemahaman keagamaan yang kurang memadai. Sebuah negeri yang konon, maaf, pas dan klop dengan penggambaran ungkapan “Al-Islamu Mahjuubun bi al-Muslimiin”. Keindahan tuntunan Islam dikaburkan oleh perilaku umat Islam sendiri. Bahkan akhir-akhir ini cenderung semakin mengarah pada “Al-Islamu Marduudun bi al-Muslimiin”. Agama Islam diingkari oleh umat Islam sendiri. Dengan baragam contoh nyata, yang kita takkan bisa berhenti dan selesai menuliskannya.
Pengaruh Sholat terhadap kualitas kehidupan seorang muslim, dapat ditinjau dari 2 (dua) dimensi, yaitu :
- Dimensi Spiritual, yaitu dimensi yang berhubungan dengan tinggi rendahnya jiwa spiritual seorang muslim. Dalam dimensi tersebut, Sholat bermakna sebagai :
a). Penghibur jiwa, berdasarkan hadits riwayat An-Nasa’i dan Ahmad, Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “Dijadikan kesenanganku dari dunia berupa wanita dan minyak wangi. Dan dijadikanlah penyejuk hatiku dalam ibadah shalat”.
b). Penggugur dosa, berdasarkan hadits riwayat Bukhari, diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “Bagaimana pendapatmu jika di depan pintu rumahmu ada sungai, lalu Engkau mandi sehari lima kali? Apakah tersisa kotoran di badannya?. Para sahabat menjawab :
Artinya: “Tidak akan tersisa kotoran sedikit pun di badannya”.
Rasulullah SAW pun bersabda :
Artinya: “Itu adalah permisalan untuk shalat lima waktu. Dengan sholat lima waktu, Allah SWT menghapus dosa-dosa (kecil)”.
c). Permohonan do’a, Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 45 :
Artinya : “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan (sholat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”.
d). Kebaikan dan pahala yang besar, berdasarkan hadist riwayat Ahmad, dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, Nabi Muhammad SAW mengingatkan tentang sholat pada suatu hari, kemudian berkata :
Artinya: “Siapa saja yang menjaga sholat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari kiamat. Sedangkan siapa saja yang tidak menjaga sholat, dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti, dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf”.
e). Penentu baik buruknya amal yang lain, berdasarkan hadits riwayat At-Tirmidzi dan An-Nasa’i dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah Sholatnya. Maka jika Sholatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika Sholatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi”.
- Dimensi Sosial, yaitu dimensi yang berhubungan dengan interaksi sosial antar makhluk hidup. Ditinjau dari dimensi sosial, Sholat mengajarkan banyak hal bagi kehidupan seorang muslim, diantaranya adalah :
- Mencegah perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 45.
- Disiplin waktu, dimana sholat telah ditetapkan waktunya sehingga seorang muslim harus berusaha untuk senantiasa bisa menepati waktu sholat dan merencanakan aktifitas lainnya agar tidak berbenturan dengan waktu sholat. Hal ini berarti sholat telah mengajarkan tentang perencanaan kehidupan, baik perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang, bahkan merencanakan kehidupan setelah kematian.
- PHBS (Perilaku Hidup Sehat dan Bersih), yaitu bahwa sebelum melaksanakan sholat, seorang muslim harus suci dari hadats dan najis, baik badan, pakaian dan tempat. Hal ini menunjukkan bahwa sholat benar-benar menuntut adanya perilaku yang mencerminkan kebersihan dan kesucian.
- Mematuhi aturan, dimana dalam melaksanakan sholat terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi, yang menjadi dasar sahnya sholat. Hal ini menuntun seorang muslim untuk senantiasa mematuhi segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di tengah masyarakat, baik yang tertulis maupun yang tak tertulis, selama peraturan tersebut tidak bertentangan dengan hukum islam.
- Taat terhadap pemimpin, yang menggambarkan bahwa dalam sholat, makmum harus selalu mengikuti gerakan imam, tidak boleh sekalipun melakukan gerakan yang mendahului imam apalagi sampai berbeda dengan imam. Hal ini jelas mengajarkan bahwa seorang muslim hendaknya selalui patuh terhadap seorang pemimpin yang telah dipilih. Akan tetapi, kepatuhan hanya berlaku jika tidak untuk bermaksiat kepada Allah SWT.
- Hidup bermasyarakat, dimana sholat berjama’ah memiliki nilai pahala yang jauh melampaui pahala sholat sendirian. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 43 :
Artinya : “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa sholat telah mengajarkan seorang muslim untuk senantiasa berinteraksi sosial dengan masyarakat dalam segala aspek kehidupan guna menciptakan keamanan, kedamaian dan kemakmuran bersama.
Setelah mengetahui demikian dahsyatnya posisi sholat dalam kehidupan seorang muslim, baik yang berkaitan dengan dimensi sipritual maupun dimensi sosial, rasanya tak ada alasan lagi yang bisa dijadikan dalih untuk tidak menempatkan sholat sebagai episentrum kehidupan. Semoga hidayah Allah SWT akan menghampiri kehidupan, sehingga sholat akan menjadi prioritas pertama dan utama dalam menjalani aktifitas keseharian.
Sumber referensi : https://mgmppaismasmkjatim.com/mereposisi-sholat-sebagai-episentrum-kehidupan/#more-351